Peradaban Mohenjo-Daro
Peradaban India Kuno Mohenjo-Daro
Disusun Oleh :
·
Annisa Mulya (05)
·
Daffa Yudha P (09)
·
Eny Prahmawati (12)
·
Faisal Hernanda (13)
·
Rizky Imaddudinn (22)
·
Salsabila Ranasanti (23)
·
Samsianida Kewa Are (24)
·
Wahid Nur Rohman L.S (27)
A. Penemuan Peradaban Mohenjo-daro
Mohenjo-daro
adalah salah satu situs dari sisa-sisa permukiman terbesar dari Kebudayaan Lembah
Sungai Indus,
yang terletak di provinsi Sind, Pakistan. Dibangun pada sekitar tahun 2600 SM, kota ini adalah salah satu
permukiman kota pertama di dunia, bersamaan dengan peradaban Mesir
Kuno, Mesopotamia dan Yunani
Kuno. Arti dari
Mohenjo-daro adalah "bukit orang mati". Seringkali kota tua ini
disebut dengan "Metropolis Kuno di Lembah Indus
Mohenjo-daro dibangun sekitar tahun 2600 SM, tetapi dikosongkan sekitar
tahun 1500 SM. Pada tahun 1922, kota ini
ditemukan kembali oleh Rakhaldas
Bandyopadhyay[2] dari Archaeological Survey of India. Ia dibawa ke sebuah gundukan oleh seorang biksu Budha yang mempercayai
bahwa gundukan tersebut adalah sebuah stupa. Pada 1930-an, penggalian
besar-besaran dilakukan di bawah pimpinan John
Marshall, K. N. Dikshit, Ernest Mackay, dan lain-lain.[3]
Mobil John Marshall yang digunakan oleh para direktur situs masih berada di
museum Mohenjo-daro sebagai tanda untuk memperingati perjuangan dan dedikasi
mereka terhadap Mohenjo-daro. Penggalian selanjutnya dilakukan oleh Ahmad Hasan Dani dan Mortimer Wheeler pada tahun 1945.
Penggalian besar terakhir di Mohenjo-daro dipimpin oleh Dr. G. F. Dales
pada tahun 1964-65. Setelah itu, kerja penggalian di situ dilarang karena
kerusakan yang dialami oleh struktur-struktur yang rentan akibat kondisi cuaca.
Sejak tahun 1965, hanya proyek penggalian penyelamatan, pengawasan permukaan,
dan konservasi yang diperbolehkan di situ. Meskipun proyek arkeologi besar
dilarang, namun pada 1980-an, tim-tim peninjau dari Jerman dan Italia yang
dipimpin oleh Dr. Michael Jansen dan Dr. Maurizio Tosi, menggabungkan
teknik-teknik seperti dokumentasi arsitektur, tinjauan permukaan, dan
penyelidikan permukaan, untuk menentukan bayangan selanjutnya mengenai
peradaban kuno tersebut.[3]
Lokasi
Mohenjo-daro terletak di Sindh, Pakistan di sebuah bubungan zaman
Pleistosen di tengah-tengah dataran banjir Sungai Sindhu. Bubungan tersebut
kini terkubur oleh pembanjiran dataran tersebut, tetapi sangat penting pada
zaman Peradaban Lembah Indus. Bubungan tersebut memungkinkan kota Mohenjo-daro
berdiri di atas dataran sekelilingnya. Situs tersebut terletak di tengah-tengah
jurang di antara lembah Sungai Sindhu di barat dan Ghaggar-Hakra di timur. Sungai Sindhu masih
mengalir ke timur situs itu, tetapi dasar sungai Ghaggar-Hakra kini sudah
kering.[4]
Kepentingan
Pada zaman dahulu, Mohenjo-daro merupakan salah satu pusat administratif Peradaban Lembah
Indus kuno.[5]
Pada puncak kejayaannya, Mohenjo-daro adalah kota yang paling terbangun dan
maju di Asia Selatan, dan mungkin juga di dunia.
Perencanaan dan tekniknya menunjukkan kepentingan kota ini terhadap masyarakat
lembah Indus.[6]
Peradaban Lembah
Indus (c. 3300-1700 SM, f. 2600-1900 SM) adalah sebuah peradaban
sungai kuno yang berkembah di lembah sungai Indus di India Kuno (kini di Pakistan dan India Barat Laut). Peradaban ini juga dikenal
sebagai "Peradaban Harappa."
Kebudayaan Indus berkembang berabad-abad lamanya, lalu mengalami
kebangkitan sekitar tahun 3000 SM. Peradaban tersebut menjangkau wilayah yang
kini diduduki negara Pakistan dan India Utara, tetapi tiba-tiba mengalami
kemerosotan sekitar tahun 1900 SM. Pemukiman Peradaban Indus tersebar sejauh
pantai Laut Arab di Gujarat di selatan, perbatasan Iran di barat, dengan kota
perbatasan di Bactria. Di antara
permukiman-permukiman itu, pusat kota utama berada di Harappa dan Mohenjo-daro, dan juga Lothal.
Puing-puing Mohenjo-daro adalah salah satu pusat utama dalam masyarakat
kuno ini. Beberapa arkeolog berpendapat bahwa Peradaban Indus mencapai jumlah
lima juta penduduk pada puncaknya.
Saat ini, lebih dari seribu kota dan permukiman telah ditemukan, terutama
di lembah Sungai Sindhu di Pakistan dan India barat laut.
Arsitektur dan prasarana kota
Mohenjo-daro memiliki bangunan yang luar biasa, karena memiliki tata letak terencana yang berbasis grid jalanan yang tersusun menurut pola yang
sempurna. Pada puncak kejayaannya, kota ini dihuni sekitar 35.000 orang.
Bangunan-bangunan di kota ini begitu maju, dengan struktur-struktur yang
terdiri dari batu-bata buatan lumpur dan kayu bakar terjemur matahari yang
merata ukurannya.
Bangunan-bangunan publik di kota ini adalah lambang masyarakat yang sangat
terencana. Bangunan yang bergelar Lumbung Besar di Mohenjo-daro menurut
interpretasi Sir Mortimer Wheeler pada tahun 1950 dirancang dengan ruang-ruang
untuk menyambut gerobak yang mengirim hasil tanaman dari desa, dan juga ada
saluran-saluran pendistribusian udara untuk mengeringkannya. Akan tetapi,
Jonathan Mark Kenoyer memperhatikan bahwa tidak ada catatan mengenai keberadaan
hasil panen dalam lumbung ini. Maka dari itu, Kenoyer mengatakan lebih tepat
untuk menjulukinya sebagai "Balai Besar".
Di dekat lumbung tersebut ada sebuah bangunan publik yang pernah berfungsi
sebagai permandian umum besar, dengan tangga yang turun ke arah kolam berlapis bata di dalam lapangan
berderetan tiang. Wilayah permandian berhias ini dibangun dengan baik, dengan
lapisan tar alami yang menghambat kebocoran, di samping kolam di tengah-tengah. Kolam
yang berukuran 12m x 7m, dengan kedalaman 2.4m ini mungkin digunakan untuk
upacara keagamaan atau kerohanian.
Di dalam kota, air dari sumur disalurkan ke rumah-rumah. Beberapa rumah ini
dilengkapi kamar yang terlihat ditetapkan untuk mandi. Air buangan disalurkan
ke selokan tertutup yang membarisi jalan-jalan utama. Pintu masuk rumah hanya
menghadap lapangan dalam dan lorong-lorong kecil. Ada berbagai bangunan yang
hanya setinggi satu dua tingkat.
Sebagai kota pertanian, Mohenjo-daro juga bercirikan sumur besar dan pasar
pusat. Kota ini juga memiliki sebuah bangunan yang memiliki hypocaust, yang kemungkinan digunakan
untuk pemanasan air mandi.
Mohenjo-daro adalah sebuah kota yang cukup terlindungi. Walau tak ada
tembok, namun terdapat menara di sebelah barat pemukiman utama, dan benteng
pertahanan di selatan. Perbentengan tersebut, dan struktur kota-kota lain di Lembah Indus seperti Harappa, menimbulkan pertanyaan apakah
Mohenjo-daro memang pusat administrasi. Harappa dan Mohenjo-daro memiliki
arsitektur yang mirip, dan tidak berbenteng kuat seperti situs-situs lain di
Lembah Indus. Jelas sekali dari tata ruang di semua situs-situs Indus, bahwa
ada suatu pusat politik atau administrasi, hanya saja tidak jelas lagi sejauh
mana jangkauan dan fungsi pusat administrasi tersebut.
Mohenjo-daro telah dimusnahkan dan dibangun kembali setidaknya tujuh kali.
Setiap kali, kota baru dibangun terus di atas kota lama. Banjir dari Sungai Indus diduga menjadi penyebab utama kerusakan.
Kota ini terbagi atas dua bagian, yaitu benteng kota dan kota hilir. Kebanyakan
wilayah kota hilir masih belum ditemukan. Di benteng kota terdapat sebuah
permandian umum, struktur perumahan besar yang dirancang untuk menempatkan
5.000 warga, dan dua buah dewan perhimpunan besar.
Mohenjo-daro, Harappa dan peradaban masing-masing,
lenyap tanpa jejak dari sejarah sampai ditemukan kembali pada 1920-an.
Penggalian besar-besaran dilakukan di situ pada 1920-an, namun tidak ada
penggalian secara mendalam yang dilakukan lagi sejak tahun 1960-an.
Masyarakat
Kota Mohenjo-Daro diperkirakan didiami oleh 35.000 penduduk. Orang-orang Arya yang diperkirakan
merupakan pendiri kota kuno ini. Riwayat mereka tak dapat ditelusuri hingga
sekarang. Bahasa dan aksara yang mereka gunakan dalam artefak-artefak yang
ditemukan di sana masih belum dapat dipecahkan hingga sekarang. Uniknya di kota
tersebut tidak ditemukan bangunan untuk kegiatan religius dan tanda-tanda
sistem kasta. Hal ini mengakibatkan para peneliti berspekulasi kalau masyarakat
Mohenjo Daro dan Harappa merupakan peradaban yang hidup bergantung sepenuhnya
pada ilmu pengetahuan (sudah meninggalkan praktik keagamaan) dan memiliki
filosofi hidup yang tinggi (terlihat dari ketiadaan sistem kasta dalam hierarki
sosial).
Artefak
Patung "gadis
menari" yang ditemukan di Mohenjo-daro adalah sebuah artefak yang berusia
sekitar 4500 tahun. Patung perunggu dengan panjang 10,8 cm ini ditemukan
di sebuah rumah di Mohenjo-daro pada tahun 1926.
Selain itu sebuah patung lelaki duduk dengan tinggi
17,5 cm yang bergelar "Raja Pendeta" (walaupun tiada bukti
pendeta atau raja memerintah kota ini), adalah satu lagi artefak yang menjadi
lambang peradaban lembah Indus. Patung ini ditemukan oleh para arkeolog di Kota
Hilir Mohenjo-daro pada tahun 1927. Patung tersebut ditemukan di sebuah rumah
yang arsitektur batanya berhias dan berceruk dinding, telantar di antara
dinding dasar bata yang pernah menampung tingkat rumah. Patung berjanggut ini
memakai pita rambut, lilitan lengan, dan mantel berhias pola trefoil
yang aslinya berisi pigmen merah.
Comments
Post a Comment